Badal
Hello Guys..
Pada hari ini admin akan membahas sedikit tentang Nahwu, yang mana kemarin sudah dijelaskan bahwa santri yang baik adalah santri yang mampu mengerti tentang nahwu, admin sekarang akan membagikan makalah yang sudah disusun khusus membahas tentang bab Badal, semoga bermanfaat yaaa... 😄😄
Pada hari ini admin akan membahas sedikit tentang Nahwu, yang mana kemarin sudah dijelaskan bahwa santri yang baik adalah santri yang mampu mengerti tentang nahwu, admin sekarang akan membagikan makalah yang sudah disusun khusus membahas tentang bab Badal, semoga bermanfaat yaaa... 😄😄
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Bahasa Arab adalah bahasa yang menggukan ilmu nahwu dan
sorf. Tanpa ilmu ini, bahasa Arab tidak akan menjadi bahasa yang indah dan
benar, karena ilmu inilah yang menjadi ciri khas bahasa arab. Ilmu nahwu dan
sarf itu saling berdampingan. Setiap kalimat dari bahasa arab tersusun dengan
kaidah nahwu dan sarf.
Ilmu Shorof adalah ilmu yang mempelajari tentang
perubahan-perubahan bentuk lafadz bahasa Arab, sedangkan ilmu Nahwu adalah ilmu
yang mempelajari tentang kaidah-kaidah susunan yang benar dalam bahasa Arab.
Dalam mempelajari ilmu Nahwu, banyak mahasiswa yang
kesulitan memahaminya. Setiap kali mereka mencoba belajar nahwu, mereka
menemukan hambatan berupa kitab yang pembahasannya terlalu rumit.
Seperti halnya dalam bab “Badal”, banyak yang beranggapan
bahwa bab ini agak sulit dipahami dikarenakan ada beberapa perbedaan pembagian
dalam kitab-kitab karya ulama ahli nahwu, serta rumitnya penjelasan yang terpapar
dalam kitab-kitab berbahasa Arab, sehingga ditulislah makalah ini mencoba
menjawab kegelisahan yang dialami mahasiswa dalam mempelajari Nahwu khususnya
pada bab Badal.
Makalah ini akan membahas mengenai badal secara runtut,
sistematis dan mudah dipahami. Makalah ini bertujuan untuk memudahkan mahasiswa
dalam mempelajari bab Badal sehingga mahasiswa dapat memahaminya dengan mudah.
B.
Rumusan Masalah
1.
Apa itu Badal?
2.
Apa sajakah pembagian Badal?
3.
Bagaimana implementasinya dalam bahasa sehari-hari?
4.
Apa perbedaan Badal dengan tawabi’ yang lain?
C.
Tujuan Makalah
1.
Mengetahui definisi Badal.
2.
Mengetahui pembagian Badal.
3.
Mengetahui contoh badal dalam kehidupan sehari-hari.
4.
Mengetahui perbedaan badal dengan tawabi’ yang lain.
BAB II
PEMBAHASAN
A. PENGERTIAN BADAL
البدل هو : التابع
المقصود بالحكم بلا واسطة بينه و بين متبوعه.[1]
“Tabi’ yang menjelaskan keterangan (yang
dinisbahkan) tanpa ada perantara antara badal dengan mubdal nya”.
Contoh :
واضعُ النحوِ الإِمامُ عليٌّ
“Penemu ilmu nahwu adalah seorang imam (yaitu) Ali”
Lafadz
“عليّ” mengikuti lafadz “الإمام”
dalam hal i’robnya, lafadz عليّ adalah badal yang mana menjelaskan keterangan
maksud yang ada pada kalimat واضع
النحو . Sedangkan lafal الإمام sebagai mubdal minhu disebutkan sebagai kata
pengantarnya saja. Lafadz الإمام kedudukannya bukan sebagai maksud dari dzat
kalimat واضع النحو. Lafadz yang menjelaskan dzat dari kalimat واضع النحو adalah عليّ dan
bukan الإمام.
B. PEMBAGIAN BADAL
Badal dibagi menjadi empat macam, yakni Badal mutobiq, badal ba’di minal
kulli, badal isytimal, dan badal mubayin.
1. Badal mutobiq/ badal kulli minal
kulli (بدل المطابق/بدل الكلّ من الكل)
Yaitu badal yang memiliki makna yang sesuai
dengan mubdal minhu –nya. Seperti pada contoh :
قاَمَ أَخُوْكَ زَيْدٌ
“Telah
beridiri saudaramu (yaitu) Zaid”
اهدنا الصراط المستقيم () صراة الذين أنعمت عليهم
“Tunjukanlah kami jalan yang
lurus (yaitu) jalan yang Engkau beri nikmat di dalamnya”.
Bila kita cermati pada contoh kalimat diatas bahwa badal dengan mubdalnya
memiliki makna yang sesuai atau cocok diantara keduanya. Pada contoh kalimat الصراط المستقيم (jalan yang lurus) yakni
bermakna sama dengan صراة الذين أنعمت عليهم
(jalan yang Engkau beri nikmat di dalamnya) karena jalan yang yang Lurus
juga adalah jalan yang Allah berikan nikmat padanya.
2. Badal ba’di minal kulli (بدل البعض من الكلّ)
Yaitu badal
sebagian jumlah dari keseluruhan matbu’ nya. Baik sedikit
maupun banyak, maupun separuh atau lebih banyak.
Contoh :
جَاءَتِ
الْقَبِيْلَةُ رُبُعُهَا Telah datang qabilah (yaitu) seperempatnya :
ذَهَبَ الطُّلَابُ
عِشْرُوْنَ مِنْهُمْ : Telah pergi para pelajar (yaitu) dua puluhnya
Pada contoh tersebut di atas menerangkan
sebagian jumlah bilangan yang ada pada matbu’nya. Pada contoh yang pertama
menerangkan tentang datangnya sebagian (seperempat) dari kaum tersebut.
3.
Badal Isytimal (بدل
الإشتمال)
Yaitu badal yang mana lafadz tersebut adalah
bagian yang meliputi dalam dzat mabdul minhu. Dengan syarat badal tersebut
bukan sebagian jumlah dari mabdul minhu.
أَحْبَبْتُ
خَالِدًا شَجَاعَتَهُ : Saya suka Khalid (yaitu) keberaniannya
أُعْجِبْتُ
بِعَلِيٍّ خُلُقِهِ الْكَرِيْمِ : Saya
dikagumkan oleh Ali (yaitu) Akhlaknya yang mulia
نَفَعَنِي
الْمُعَلِّمُ عِلْمُهُ : Seorang
guru bermanfaat bagiku (yaitu) ilmunya
Dalam contoh tersebut di atas menerangkan
bahwa badalnya yaitu keberanian, Akhlak, dan Ilmu adalah sebuah bagian yang
terkandung di dalam mubdal minhu. Bahwa di dalam diri seorang khalid itu
terkandung keberanian, di dalam diri Ali terkandung Akhlaknya yang mulia, dan
juga di dalam diri seorang guru terkandung ilmu yang bermanfaat.
4. Badal Mubaayin (( البدل
مباين
Adalah badal (pengganti) sesuatu yang berfungsi menjelaskannya, sehingga
tidak menjadikan serupa dengannya satu sama lain, dan bukan sesuatu yang
terkandung dalam mubdal minhu. Badal ini
dibagi menjadi 3 jenis: Badal Gholath (بدل
الغلط), Badal Nisyaan (بدل
النسيان), dan Badal Idhrob (بدل
إضراب).
A.
Badal Gholath (بدل
الغلط)
Badal (pengganti) yang lafadznya terlanjur disebutkan oleh lisan karena
kesalahan (ketidak sengajaan) , maka disebut
gholath (salah).
Contoh:
جَاءَ الْمُعَلِّمُ, التِّلْمِيْذُ (guru telah datang, murid)
Ketika kita ingin menyebutkan kata (التلميذ), namun lisan kita sudah terlebih dahulu mengucapkan kata (المعلم), maka kata (المعلم) adalah kesalahan. Oleh karena itu badal (penggantinya) adalah “التلميذ”.
B.
Badal
Nisyaan ((بدل النسيان
Badal (pengganti) lafadz
yang disebutkan setelah rusaknya maksud yang kita pikirkan dikarenakan lupa.
Contoh:
سَافَرَ عَلِيٌّ إِلَى دَمَشْقَ, صِيْنِ (Ali
telah pergi ke Damaskus, China)
Pada
kalimat diatas, anda berpikir sesungguhnya “Ali telah pergi ke Damaskus”, namun setelah
menyebutkannya anda baru ingat kita salah karena lupa bahwa sesunguhnya Ali pergi
ke China bukan Damaskus. Maka kalimah صين di sebutkan sebagai
badal dari دمشق untuk menjelaskan maksud sebenarnya yang dikatakan
tadi.[2]
C.
Badal Idhrob (بدل
الإضراب)
Adalah
maksud
dari badal dan mubdal minhu benar adanya.
Pembicara memperbaiki maksud yang disampaikan mubdal minhu dengan
badal. Dengan kata lain, si pembicara berkeinginan untuk memperbaiki maksudnya atas dasar keinginan sendiri.
Contoh:
خُذِ الْقَلَمَ, الْوَرَقَةَ (ambilah pena, kertas)
Pada awalnya dia
memerintah untuk mengambil pena, kemudiaan mengganti (objeknya)
dengan perintah untuk mengambil kertas. Maka hukum maksud yang pertama pada Mubdal minhu (القلم) ditinggalkan
(tidak jadi) dan diganti oleh الورقة sebagai badal (pengganti) dari lafadz القلم.
C. PERBEDAAN BADAL, ATOF, NA’AT DAN TAUKID.
Badal adalah tabi’ yang menjelaskan keterangan maksud tanpa diselingi dengan sesuatu antara tabi’( badal) dan matbu’ nya (mubdal
minhu).
قاَمَ
أَخُوْكَ زَيْدٌ
“Telah
beridiri saudaramu (yaitu) Zaid”
‘Atof adalah tabi’ yang menjelaskan
keterangan dengan diselingi huruf ‘atof
antara tabi’ (ma’tuf) dan matbu’nya (ma’tuf
alaih).
حَضَرَ الْأُسْتَاذُ وَ التِّلْمِيْذُ
“Telah
hadir seorang ustadz dan murid”
Sedangkan na’at dan taukid keduanya tidak berfaidah
menerangkan maksud akan tetapi yang menerangkan maksud nya adalah man’ut dan
muakkadnya.
أَخَدَ الْوَلَدُ قَلَمًا طَوِيْلاً
“Anak
itu telah mengambil pulpen yang panjang”
جاَءَ الرَّجُلُ عَيْنُهُ
“Zaid
telah benar-benar datang ”
D. KETENTUAN BADAL
2. Badal biasanya sering dijumpai setelah:[4]
a.
Nama orang, seperti:
عَنْ فاطمة بنت رسول الله قال
عبد الله بن عمر
عن عائشة زوج رسول الله قال الإمام مالك
b.
Isim Isyarat, seperti:
هذا الولد جميل تلك المرأة حزينة
هذه البنت نشيطة ذلك الإمام علي
c. Pembagiaan seperti:
الكلمة ثلاثة أقسم: إسم وفعل وحرف
وينقسم الفعل على ثلاثة أقسم: ماض
ومضارع وأمر
3. Badal ba’du minal kulli dan badal isytimal diwajibkan ada
dhomir yang mengembalikan keduanya kepada mubdal minhu.
أَحْبَبْتُ خَالِدًا شَجَاعَتَهُ (Badal Isytimal)
جَاءَتِ
الْقَبِيْلَةُ رُبُعُهَا (Badal ba’d minal kulli)
4.
Badal tidak harus mencocokan (mengikuti) dalam
hal ma’rifat dan nakirohnya kepada mubdal minhu.
Badalnya Ma’rifat dan Mubdal minhu nya Nakiroh
إلي صرط مستقيم () صراط الله (الشورى : 52-54)
Badalnya Nakiroh dan Mubdal minhu nya ma’rifat
لنسفعا بالناصية () ناصية كاذبة خاطئة (العلق : 15-16)
5.
Mudmar tidak boleh membadalkan mudmar, karena akan
menjadi Taukid
قرأتَ أنت
E. RINGKASAN ISI
Dari
hasil diskusi kami, maka dapat kami memberikan ringkasan materi yang telah
diberikan sebelumnya, yaitu:
1. “Tabi’ yang menjelaskan keterangan (yang
dinisbahkan) tanpa ada perantara antara badal dengan mubdal nya”.
2. Badal dibagi menjadi empat macam, yakni Badal mutobiq,
badal ba’di minal kulli, badal isytimal, dan badal mubayin.
3. Perbedaan
mendasar antara Badal, ‘Atof, Na’at dan Taukid
adalah pada pada kedudukan dan susunannya:
a.
jika
Badal adalah tabi’ yang menjelaskan keterangan maksud
tanpa diselingi dengan sesuatu antara tabi’(
badal) dan matbu’ nya (mubdal minhu).
b.
Jika
dalam ‘Atof adalah tabi’ yang menjelaskan keterangan dengan diselingi huruf ‘atof antara tabi’ (ma’tuf) dan matbu’nya (ma’tuf alaih).
c.
jika
Na’at dan Taukid keduanya tidak berfaidah menerangkan maksud akan tetapi yang menerangkan maksud
nya adalah man’ut dan muakkadnya.
4.
Ada beberapa ketentuan-ketentuan Badal, yaitu:
a. Badal biasanya diartikan ‘yaitu’.
b. Badal biasanya sering dijumpai setelah:
a)
Nama
orang
b)
Isim
Isyarat
c)
Pembagiaan
c. Badal ba’du minal kulli dan badal isytimal diwajibkan ada
dhomir yang mengembalikan keduanya kepada mubdal minhu.
d. Badal tidak harus mencocokan (mengikuti) dalam
hal ma’rifat dan nakirohnya kepada mubdal minhu.
e. Mudmar
tidak boleh membadalkan mudmar, karena akan menjadi Taukid
BAB III
PENUTUP
a. Kesimpulan
Dari
hasil pemaparan materi tentang badal pada makalah ini, maka kami dapat
memberikan kesimpulan yaitu badal merupakan salah satu ilmu nahwu yang
berfungsi sebagai pengganti pada yang dibadalinya (mubdal minhu).
b. Saran
Dengan
adanya makalah ini, kami sebagai penulis berharap kiranya dapat menjadi manfaat
bagi para pembaca yang selama ini merasa kesulitan dalam memahami nahwu
terkhusus badal.
Kami menyadari, makalah ini masih jauh dari
kata sempurna. Untuk itu saran dan kritik yang membangun akan berguna bagi
penulis untuk berkarya menjadi lebih baik lagi.
DAFTAR PUSTAKA
1.
Al Gulaini, Musthofa.
2016 jami’ ad Durus al “Arobiyah. Banda aceh: Dar al Imam al Syafi’i.
2.
As
Shonhaji, Muhammad. 2017. Al Jurumiyah. Yogyakarta: PP. Al Luqmaniyah.
3.
Zakaria,
A. 2015. Al Muyassar Fi ‘Ilmin Nahwi. Garut: Ibn Azka Press.
[1] Syekh Musthofa Al Gulaini, jami’ ad
Durus al “Arobiyah, ( Banda aceh, Dar al Imam al Syafi’i, 2016),
Cet. 1. Hlm. 597.
[2] Perbedaan mendasar antara Badal Gholath dan Badal Nisyan adalah
bahwa Badal Gholath disebabkan terjadi kesalahan dalam lisan, namun Badal
Nisyan disebabkan terjadi kesalahan dalam pikiran (Lupa).
[3] A. Zakaria. Al Muyassar Fi ‘Ilmin Nahwi. (Garut, Ibn
Azka Press. 2015), Hal.85
Komentar
Posting Komentar